Kemarin Raka ikut ibunya yang diminta menjadi moderator jumpa penulis buku "Perempuan Suci", Qaisra Shahraz. Berikut hasil laporannya.
Qaisra Shahraz adalah seorang penulis dan konsultan pendidikan Inggris yang berdarah Pakistan. Memiliki pekerjaan sebagai British OFSTED Inspector dan guru, sebelumnya menjadi penulis novel tak pernah terlintas dalam benaknya, meskipun pekerjaan sebagai penulis cerpen dan skenario acara TV pernah dilakoninya. Namun, pada suatu hari dia melihat sebuah laporan dalam sebuah film dokumenter Inggris. Film dokumenter ini mengekspos sebuah tradisi di Pakistan yang mengadakan tradisi “Perempuan Suci”. Perempuan suci adalah seorang perempuan yang tidak boleh menikah karena satu-satunya mempelai baginya adalah Al-Qur’an. Qaisra, meskipun memiliki darah Pakistan, tak mengetahui tradisi ini sebelumnya karena dia dibesarkan di tengah sekuleritas Britania Raya.
Dokumenter ini akhirnya menginspirasikannya untuk membuat sebuah buku novel yang berhubungan dengan tradisi itu. Kala itu, dia berpikir: “Alangkah bagusnya apabila tokoh utamanya (yang akhirnya menjadi perempuan suci) sebelumnya telah jatuh cinta pada seseorang.” Bermodalkan pemikiran cerdik ini, dia akhirnya menggubah sebuah novel roman. Meskipun begitu, selama proses pembuatan buku pertamanya, dia tidak total mengerjakan buku. Tuntutan pekerjaannya di bidang pendidikan membuatnya harus bekerja keras menyeimbangkan waktu antara menulis dan bekerja. Dalam seminggu, rata-rata dia hanya menghabiskan sekitar 10 jam untuk menulis. Lantas, bagaimanakah caranya mempertahankan semangatnya? Dia mengatakan bahwa kecintaannya pada para tokoh dan ceritanya adalah hal yang terus menggerakannya untuk menulis, menulis, dan menulis. Akhirnya, setelah 3 tahun menulis, buku pertamanya, The Holy Woman (2001) yang dalam edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Perempuan Suci, terbit. Buku ini mendapat respon meriah dari kritikus maupun massa. Golden Jubilee Award pun disabetnya. Qaisra kemudian berniat membuat buku lagi, namun, buku ini akan menggunakan setting, karakter, dan tetek bengek yang berbeda dari buku pertamanya. Tetapi, Qaisra merasa berat berpisah dengan karakter di buku lamanya. Penyelesaiannya? Dia memutuskan untuk mengambil karakter-karakter favoritnya di Perempuan Suci, dan menambahkannya kedalam buku keduanya. Alhasil, secara ”tidak sengaja”, buku keduanya menjadi sekuel The Holy Woman. Akhirnya, setelah 2 tahun dikerjakan, Typhoon (dalam edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Perempuan Terluka) dirilis pada tahun 2003.
Meskipun kegiatan menulis tetap digelutinya, dunia pendidikan dan rumah tangga tidaklah dilupakannya. Terus aktif sebagai inspektur bagi OFSTED, sebuah organisasi yang memonitor kualitas dan standar pendidikan di Britania Raya, dia kini tengah melakukan semacam proyek meneliti kehidupan wanita Muslim di seluruh dunia serta mengkampanyekan pendidikan bagi semua orang, anak maupun dewasa. Tindakan ini dikarenakan kepercayaannya bahwa pendidikan tidak pernah berakhir. Dan selain itu, tentunya dia sedang menulis buku ketiganya, yang sedang dalam tahap pengerjaan. Qaisra berharap, buku itu sudah selesai ditulis medio tahun depan. Namun, Qaisra memberi satu peringatan bagi para pembacanya: Buku ketiganya sangat tebal! Sekitar 500 halaman, dia berkata. Don’t worry, Mrs. Shahraz, we won’t mind! (At least most of us!)
Kamis, 31 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar