Rabu, 06 Februari 2008

Deliku sayang.....

Sudah satu bulan ini KerLiP memiliki banyak sekali kegiatan yang harus saya koordinasi, akibatnya waktu saya berada di rumah makin jarang. Anak saya tercinta, Deli, 7 tahun rupanya paling merasakan dampaknya. Anak yang sengaja kami hentikan percepatan akademisnya karena khawatir terlalu cepat dan menghilangkan keceriaannya ini tiba-tiba kembali ke kondisi lama, tantrum!!!! Laporan masuk hampir tiap minggu.. Deli ngamuk di Kumon!..Deli ngamuk di rumah!...Deli ngamuk di ILP!!!! Aduh!!!
Saya masih kebingungan tapi kesimpulan sementara adalah karena ibunya yang terlalu sering pergi dan jarang menyertakan dia. Jadi saya usahakan meluangkan waktu untuknya sekarang dan mengajak dia sesering mungkin ke acara KerLiP. Tapi tantrum itu membuat semua jadwal berantakan!!!
Akhirnya Deli tercinta untuk sementara kehilangan hak menonton Indovision, DVD dan juga main game selama satu minggu. Dan selama masa itu dia kami minta mencoba melakukan kegiatan ala sekolah. Yaitu dibuatkan jadwal oleh ibunya dan ditentukan pembelajarannya...
Kasihan anak merdekaku ini... Meski tetap dengan senyum dan tanpa beban, dia mengerjakan tugas yang saya berikan hari ini dan selesai semua!!! Bahkan dia keasyikan mengerjakan soal Matematika sampai jam yang kami tentukan terlewat!!! Tapi sedih juga...ada kemunduran, karena dia tidak lagi menentukan sendiri kegiatannya.
Tapi disepakati itu hanya akan berlangsung 2 minggu kemudian Deli bisa kembali ke pola semula. Memang ada kendala karena Deli adalah anak produk HS murni. Dia sejak awal merdeka dari kewajiban sekolah dan sejak awal dimerdekakan untuk menentukan jadwal, kegiatan dan percepatan belajarnya...
Deliku Sayang...cepat rebut kembali kemerdekaanmu dari tangan Mama...
Selamat berproses, Sayang.
Lovely KerLiP

Stop Pekerja Anak

Sebagai salah satu usaha memahami tujuan pelaksanaan lomba foto Stop Pekerja Anak, peserta didik SAnDi KerLiP diajak berdiskusi tentang pekerja anak dengan anak-anak rumahkerlip.
Diskusi dibuka dengan penyamaan persepsi tentang pekerja dan anak. Luar biasa, lewat diskusi itu mereka bisa menemukan sendiri bahwa pekerja adalah mereka yang punya pekerjaan, diberi upah dan punya majikan. Anak-anak juga disimpulkan yang berusia di bawah 18 tahun meski ukuran mereka ada yang KTP atau fisik. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi apakah anak yang disuruh bekerja terlanggar haknya. Diskusi ini agak panjang dan ditemukan perbedaan antara anak SAnDi KerLiP dan rumahkerlip. Meski dalam hati tidak suka bekerja dan lebih suka belajar, bergaul dengan teman, bermain dan rekreasi, mereka menyatakan anak-anak SAnDi lebih beruntung karena diberkahi kemewahan tidak perlu mencarikan tambahan pemasukan untuk keluarga. Ini menarik, satu sisi kami berharap anak-anak (termasuk Raka) bisa melihat dan belajar tentang kehidupan "berbeda" dari dunianya sekarang. Ujung-ujungnya sih belajar bersyukur dengan keadaannya. Lebih jauh, Raka yang notabene mengalami loncatan kognitif bisa belajar menerangkan poinnya dengan bahasa yang bisa dipahami anak-anak marjinal ini. Rupanya cukup membuat Raka berpikir keras. Akhirnya dia memutuskan untuk menjelaskan asal muasal adanya pekerja anak yang menurut temuan Raka dimulai saat Revolusi Industri.
Diskusi tidak selesai dilakukan karena belum ada kesepakatan tentang adanya pelanggaran hak pada anak yang bekerja. Akhirnya diputuskan besok mulai lagi tapi sebelumnya tiap anak diminta melamun kondisi ideal kehidupan di mana himpitan ekonomi ditiadakan. Apakah sebenarnya mereka ingin bekerja? Apa sebenarnya yang mereka inginkan?
Besok kami akan berdiskusi lagi di Kampung Jawa. Nanti akan saya posting lagi hasilnya.
Salam,
Lovely KerLiP