Sebagai salah satu usaha memahami tujuan pelaksanaan lomba foto Stop Pekerja Anak, peserta didik SAnDi KerLiP diajak berdiskusi tentang pekerja anak dengan anak-anak rumahkerlip.
Diskusi dibuka dengan penyamaan persepsi tentang pekerja dan anak. Luar biasa, lewat diskusi itu mereka bisa menemukan sendiri bahwa pekerja adalah mereka yang punya pekerjaan, diberi upah dan punya majikan. Anak-anak juga disimpulkan yang berusia di bawah 18 tahun meski ukuran mereka ada yang KTP atau fisik. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi apakah anak yang disuruh bekerja terlanggar haknya. Diskusi ini agak panjang dan ditemukan perbedaan antara anak SAnDi KerLiP dan rumahkerlip. Meski dalam hati tidak suka bekerja dan lebih suka belajar, bergaul dengan teman, bermain dan rekreasi, mereka menyatakan anak-anak SAnDi lebih beruntung karena diberkahi kemewahan tidak perlu mencarikan tambahan pemasukan untuk keluarga. Ini menarik, satu sisi kami berharap anak-anak (termasuk Raka) bisa melihat dan belajar tentang kehidupan "berbeda" dari dunianya sekarang. Ujung-ujungnya sih belajar bersyukur dengan keadaannya. Lebih jauh, Raka yang notabene mengalami loncatan kognitif bisa belajar menerangkan poinnya dengan bahasa yang bisa dipahami anak-anak marjinal ini. Rupanya cukup membuat Raka berpikir keras. Akhirnya dia memutuskan untuk menjelaskan asal muasal adanya pekerja anak yang menurut temuan Raka dimulai saat Revolusi Industri.
Diskusi tidak selesai dilakukan karena belum ada kesepakatan tentang adanya pelanggaran hak pada anak yang bekerja. Akhirnya diputuskan besok mulai lagi tapi sebelumnya tiap anak diminta melamun kondisi ideal kehidupan di mana himpitan ekonomi ditiadakan. Apakah sebenarnya mereka ingin bekerja? Apa sebenarnya yang mereka inginkan?
Besok kami akan berdiskusi lagi di Kampung Jawa. Nanti akan saya posting lagi hasilnya.
Salam,
Lovely KerLiP
Rabu, 06 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar